Habarnusantara.com – Tahun ini yakni 2024 kita jumpai ada sekitar tiga juta kaum Muslim dari segenap penjuru dunia berkumpul di Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji. Pelaksanaan ibadah haji erat hubungannya dengan kegiatan jamaah haji wukuf di Arafah yaitu tanggal 09 Dzulhijjah. Sebagaimana sabda Rasullah saw.
الْحَجُّ عَرَفَةُ
Artinya: “Ibadah haji adalah wukuf di Arafah.” (HR. at-Tirmidzi).
Penentuan hari Arafah berkaitan dengan penentuan awal bulan Dzulhijjah, yang berdasarkan pengumuman dari Amir Mekkah. Tentunya berkaitan pula dengan hari pelaksanaan Iduladha. Sehingga, jika penentuan awal bulan Dzulhijjah berdasarkan otoritas dari Amir Makkah, maka sudah seharusnya pelaksanaan Iduladha di seluruh dunia akan serempak terjadi.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi saw. Husayn bin Harits al-Jadali telah menyatakan: Amir Makkah, al-Harits bin Hatib, telah menyampaikan khutbah kepada kami, seraya berkata:
عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ أَنْ نَنْسُكَ لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ لَمْ نَرَهُ، وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا
Artinya:”Kami telah diperintahkan oleh Rasulullah saw. untuk mengerjakan manasik (ibadah haji) karena melihat hilal (bulan Dzulhijjah). Jika kami tidak melihat hilal, lalu ada dua orang saksi yang adil melihat hilal, maka kami pun akan mengerjakan manasik haji berdasarkan kesaksian mereka berdua.” (HR. Abu Dawud dan ad-Daruquthni).
Namun ternyata penentuan awal bulan Dzulhijjah dan pelaksanaan hari raya idul adha ini masih mengalami perbedaan. Berdasarkan keputusan dari Mahkamah Tinggi Kerajaan Arab Saudi (KSA) berdasarkan hasil rukyatul hilal memutuskan bahwa 01 Dzulhijjah 1445 H jatuh pada tanggal Jum’at, 07 Juni 2024. Sehingga wukuf haji akan terlaksana pada Sabtu, 15 Juni 2024 (09 Dzulhijjah 1445) dan hari raya idul adha jatuh pada Ahad, 16 Juni 2024 (10 Dzulhijjah 1445).
Sedangkan di Indonesia sendiri hari raya Iduladha serentak dilaksanakan oleh pemerintah dan ormas besar yakni NU dan Muhammadiyah pada Senin, 17 Juni 2024. Sangat berbeda dengan keputusan dari Mahkamah Arab Saudi. Penetapan Iduladha ini menurut pemerintah Indonesia berdasarkan rukyatul hilal yang sudah masuk kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) yaitu tinggi bulan mencapai 3 derajat.
Perbedaan penetapan hari raya Iduladha ini kerap kali terjadi antara pemerintah Arab Saudi dan pemerintah Indonesia. Padahal, pada dasarnya tidak terdapat perbedaan di kalangan 4 Imam besar (Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali) dalam penentuan Iduladha. 4 Imam telah bersepakat bahwa akan melaksanakan Iduladha berdasarkan rukyatul hilal yang dilakukan oleh penduduk Makkah.
Maka sudah seharusnya bagi kaum muslim untuk bersatu dalam pelaksanaan Iduladha sebagaimana mereka bersatu dalam pelaksanaan ibadah haji. Tidak lagi berbeda berdasarkan otoritas negara masing-masing. Hal ini juga yang pernah terjadi di zaman Nabi saw. dan Khulafaur Rasyidin. Apalagi momen ibadah haji yakni di bulan Dzulhijjah adalah momen persatuan dan titik lebur kaum muslimin tanpa memikirkan perbedaan fisik, jabatan, harta, strata sosial, semua memiliki kedudukan yang sama, semua berbusana kain ihram dan melantunkan kalimat talbiah sembari mengharap rida Allah Swt.
Harapannya persatuan ini bukan hanya terjadi di bulan Dzulhijjah saja, melainkan dalam setiap kondisi apapun. Patut menjadi renungan kita bersama, terdapat jutaan umat Islam hari ini di seluruh penjuru dunia namun tidak bisa membantu saudara yang menderita di berbagai belahan dunia atas kekejaman dari kaum kafir yang zalim. Sebab, persatuan yang terjadi hanyalah persatuan yang sifatnya tidak menyeluruh karena masih saja paham-paham nasionalisme bercokol dalam setiap negara-negara kaum Muslim.
Padahal baginda Nabi saw. menggambarkan keindahan persatuan kaum Mukmin laksana satu tubuh:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Artinya: “Perumpamaan kaum Mukmin itu dalam hal saling mengasihi, mencintai dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Jika ada salah satu anggota tubuh yang sakit maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan demam (turut merasakan sakitnya).” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Namun sungguh sedih realitanya, persatuan masih saja tidak terjalin seperti yang diharapkan. Dengan adanya nasionalisme meniscayakan masing-masing pemimpin di setiap negara memiliki otoritas untuk menentukan kapan awal Dzulhijjah berdasarkan metode penentuan yang berbeda-beda. Hal ini bisa berdampak pada halal haram pelaksanaan ibadah yang terkait dengan hari raya tersebut.
Maka perlu adanya pemimpin yang menyatukan terkait pelaksanaan Iduladha secara serempak secara menyeluruh dalam negeri muslim. Pemimpin di dalam Islam disebut sebagai Khalifah. Khalifah adalah seorang kepala negara yang akan melakukan tabanni hukum dalam penentuan awal bulan Dzulhijjah dan hari raya Iduladha. Ketika penduduk Makkah tidak melihat hilal, maka khalifah akan mengambil hasil rukyat dari negeri lain dan ditetapkan sebagai awal Dzulhijjah sebagai penentu hari raya Iduladha.
Demikianlah, tegaknya negara Islam adalah kebutuhan yang mendesak bagi kita saat ini. Bukan hanya untuk menyatukan hari raya besar kaum muslimin, melainkan dapat juga menyatukan kaum muslimin yang saat ini tercerai berai. Dapat pula membantu saudara-saudara kita yang terzalimi oleh zionis laknatullah seperti di Palestina dan negara-negara lainnya.
Tegaknya negara Islam akan menciptakan peradaban yang agung hingga cahayanya terpancar ke seluruh penjuru bumi serta menjadikan aturan Islam diterapkan secara kaffah. Sebagaimana firman Allah Swt.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةًۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Terjemah: “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.” (Q.S Al-Baqarah ayat 208). Wallahu a’lam[]
Komentar