oleh

Kerusakan Moral Generasi Buah Buruk Sistem Pendidikan

Habarnusantara.com – Dilansir dari kompas.com, 15/03/24 di Kabupaten Lampung Utara, seorang siswi yang berusia 15 tahun ditemukan dalam keadaan mengenaskan di sebuah gubuk akibat tindak asusila (pemerkosaan) yang dilakukan oleh 10 orang pria terhadapnya.

Pelecehan seksual yang terjadi pada Rabu, 14/02/24 bermula dari ajakan seorang teman untuk melihat pertandingan futsal yang ternyata hanyalah sebuah kedok dari rencana jahat mereka terhadap si korban.

Peristiwa yang menyakitkan itu sangat berdampak tidak hanya pada si korban namun juga pada keluarga. Terutama bagi korban yang tidak hanya menderita luka fisik, namun juga luka psikis. Ia lebih banyak menyendiri, ada ketakutan dan sesekali berteriak histeris bahkan memunculkan niat untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh ibunda korban.

Meskipun sudah tertangkap 6 pelaku dan yang 4 lagi masih buron, orang tua korban mempunyai harapan sangat besar agar semua pelaku tidak sekadar bisa ditemukan, tetapi harus mendapatkan hukuman yang berat sesuai dengan perbuatan mereka tersebut.

Peristiwa yang terjadi di Kabupaten Lampung Utara tersebut hanyalah satu di antara beribu kejahatan yang dilakukan oleh pelajar saat ini. https://regional.kompas.com/read/2024/03/15/211527778/siswa-smp-yang-diperkosa-10-orang-di-lampung-sempat-ingin-akhiri-hidup#google_vignette

Hal ini juga diungkapkan oleh Badan Pembina Hukum Nasional (BPHN) yang menyatakan bahwa kasus kejahatan remaja hari ini cenderung meningkat dan beragam. Di antaranya kasus pencurian, narkoba, penganiayaan senjata tajam, pencabulan/ pelecehan, pembunuhan, pemerkosaan, penipuan, pengrusakan, penyelundupan, dan penggelapan.

Sedangkan hingga Agustus 2023, data dari KPAI mencatat setidaknya ada 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak. Kasus korban kekerasan seksual dengan 487 kasus merupakan paling banyak di antara kasus kejahatan pelajar. Kemudian kasus kekerasan fisik atau psikis sebanyak 236 kasus. Dan kasus perundungan anak sebagai korban, dalam laporan yang diterima KPAI, sebanyak 87 kasus.

Maraknya kejahatan yang dilakukan pelajar merupakan cerminan bahwasannya generasi kita sebagai penerus estafet kehidupan bangsa ini sedang tidak baik-baik saja, tapi dalam bahaya kerusakan. KPAI menyebutkan Indonesia darurat kekerasan pada anak.

Selain mencerminkan kerusakan generasi, hal ini juga membuktikan bahwa kurikulum pendidikan yang setiap saat berubah seiring perubahan kepemimpinan telah terbukti gagal menghadirkan generasi yang bisa diandalkan mampu meneruskan cita-cita luhur bangsa yakni generasi yang cerdas dan bertakwa.

Hadirnya lingkungan yang tidak mendukung dan kurang kondusif menjadi contoh nyata yang bisa mereka akses dengan mudah dan terjadi di mana pun mereka berada. Termasuk di dalamnya tayangan dengan konten kekerasan dan seksual seakan sengaja difasilitasi dan dijadikan sarana untuk merusak mereka. Maka fenomena kejahatan ataupun kekerasan pada pelajar ini layaknya gunung es.

Solusi yang diberikan masih saja seputar perbaikan keluarga dan ekonomi. Mengingat motifnya kebanyakan baik pelaku dan korban adalah kesalahan pola asuh dan kesulitan ekonomi. Meskipun sudah ada Undang-Undang No. 12 Tahun 2012, namun demikian kasus kekerasan terutama yang dilakukan oleh anak belum mampu memunculkan efek jera.

Inilah fakta tak terbantahkan ketika aturan kehidupan dijauhkan dari aturan agama (sekularisme). Antara sumber masalah dan solusi tidak pernah nyambung, hanya tambal sulam yang akan memunculkan masalah baru.

Keengganan negara menerapkan sistem terbaik yang bersumber dari sumber terbaik yaitu Allah Swt. sebagai pencipta manusia. Petunjuk dalam menyelesaikan problem kehidupan yang
semuanya sudah lengkap dan sempurna yaitu Al-Qur’an dan hadis. Inilah sebenarnya sumber masalah yang terjadi pada generasi kita.

Islam adalah agama yang sangat sempurna yang dibawa oleh orang terbaik pilihan Allah Swt. mengajarkan bahwa untuk mencetak generasi yang andal, artinya beriman dan juga bertakwa maka ada tiga komponen yang harus serius untuk dijalankan.

Pertama, keluarga. Keluarga adalah fondasi awal pendidikan bagi anak-anak mereka. Orang tua harus bisa menjadi contoh teladan pertama dalam ketaatan kepada pencipta-Nya.

Kedua, masyarakat tempat tinggal mereka adalah masyarakat yang peduli terhadap tumbuh kembang mereka. Hidupnya rasa empati selain bisa menghadirkan kepercayaan pada diri mereka juga yang terpenting mereka bisa menerima nasihat sebagai bentuk cinta bukan sebuah teguran atau cercaan semata.

Ketiga, kehadiran negara. Negara mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar dengan menghadirkan sistem pendidikan yang bisa merumuskan sebuah kurikulum pendidikan mumpuni agar tercipta generasi yang beriman dan bertakwa berbasis akidah atau keimanan.

Metode pembelajaran yang mampu meningkatkan taraf berpikir yaitu talqiyan fikriyan. Dengan ini atas izin Allah tujuan terbesar dari sebuah pendidikan akan tercapai yaitu generasi yang berkepribadian Islam.

Oleh karenanya, untuk mewujudkan generasi yang berkualitas, negara akan menerapkan Islam secara menyeluruh. Karena semua aspek kehidupan itu sesungguhnya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan.

Baik aspek ekonomi, sosial (interaksi ), pendidikan, pemerintahan, juga politik luar negeri dan dalam negeri sehingga tujuan utama pendidikan jelas, dan tidak mudah dipengaruhi oleh pengaruh asing.

Keseriusan negara dengan menyiapkan model pendidikan terbaik. Otoritas yang dimiliki akan menyiapkan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, termasuk penyediaan dana yang mencukupi, sarana dan prasarana yang memadai dan SDM yang bermutu pula.

Negara akan bertumpu pada dua elemen sistem besar yakni ekonomi dan politik. Politik akan melahirkan kebijakan-kebijakan dan ekonomi akan melahirkan pengelolan sumber ekonomi dan juga dana. Kedua sistem ini berfungsi saling menunjang penyelenggaraan layanan umum yang merupakan kewajiban negara untuk setiap warga negaranya termasuk di dalamnya pendidikan.

Gambaran pendidikan seperti inilah yang terjadi pada masa kejayaan Islam. Dan lebih luas lagi esensi dari sebuah pendidikan adalah adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk mengemban dakwah Islam dengan tujuan kembalinya kehidupan Islam di tengah-tengah kita. Dan cahaya Islam bersinar kembali sebagai rahmat bagi semua manusia. Sebagaimana sabda nabi
“Sampaikan apa yang berasal dariku walaupun hanya satu ayat”. ( HR. Bukhari).

Wallahu a’lam bishawab.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *