Habarnusantara.com – Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap 2 Mei. Peringatan Hardiknas tahun ini dicanangkan sebagai bulan Merdeka Belajar. Pemerintah menetapkan bahwa tema peringatan Hardiknas 2024 adalah “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”. Disdikbud Kaltim menyatakan bahwa Kaltim komitmen untuk melanjutkan merdeka belajar. (https://kaltimtoday.co/hardiknas-2024-disdikbud-kaltim-komitmen-lanjutkan-merdeka-belajar)
Di tengah optimisme menjadikan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional, bukankah perlu melakukan evaluasi terlebih dulu, apakah kurikulum ini sudah membentuk generasi berkualitas, bertakwa, dan berkarakter mulia? Bukankah pendidikan yang baik bukan hanya bicara capaian-capaian dalam angka dan materi, tetapi yang lebih utama adalah bagaimana generasi ini terdidik dengan tepat dan benar?
- Evaluasi Kurikulum
Optimisme Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional, seharusnya negara mengevaluasi kurikulum ini terhadap generasi. Nyatanya generasi hari ini jauh dari generasi berkualitas, bertakwa, dan berkarakter mulia? Potensi dan kreativitas generasi dikembangkan, namun agama dijauhkan lewat moderasi beragama.
Kurikulum ini dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik. Karakteristik utama dari kurikulum ini, meliputi hal-hal berikut.
Pertama, berfokus pada materi esensial sehingga pembelajaran lebih mendalam. Kedua, waktu lebih banyak untuk pengembangan kompetensi dan karakter melalui belajar kelompok seputar konteks nyata (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Ketiga, capaian pembelajaran per fase dan jam pelajaran yang fleksibel mendorong pembelajaran yang menyenangkan dan relevan dengan kebutuhan pelajar dan kondisi satuan pendidikan. Keempat, memberikan fleksibilitas bagi pendidik dan dukungan perangkat ajar pendidikan dan melaksanakan pembelajaran berkualitas. Kelima, mengedepankan gotong royong dengan seluruh pihak untuk mendukung implementasi Kurikulum Merdeka. (Sumber: Situs Kemdikbud).
Selama empat tahun berjalannya kurikulum ini dikembangkan dan diterapkan, memang meningkatkan nilai PISA dengan adanya peningkatan skor literasi dan numerasi siswa. Tetapi yang lupa dari perhatian utama pemerintah adalah seberapa hebat kurikulum ini menjawab persoalan problematik pendidikan?
Saat ini, dunia pendidikan begitu miris dengan kerusakan generasi. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, sebanyak 24,4% peserta didik mengalami berbagai jenis perundungan (bullying).
Sedangkan menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), ada 30 kasus bullying sepanjang 2023. FSGI juga mencatat sepanjang 2023, ada 46,67% kekerasan seksual terjadi di sekolah dasar. Ini hanyalah angka-angka yang terlihat, masih ada kasus yang belum terlaporkan.
Apakah Kurikulum Merdeka mampu menjawab masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi pendidikan? Seperti, perundungan, kekerasan seksual, pergaulan bebas, hingga kehamilan di luar nikah. Makin ke sini, generasi makin jauh dari karakter dan akhlak mulia.
Apakah Kurikulum Merdeka juga mampu membentuk karakter mulia yang diharapkan pada diri generasi hari ini? Bisa jadi di atas kertas ada peningkatan capaian belajar atau penilaian yang bersifat materi. Tetapi, capaian karakter dan kepribadian mulia masih sangat jauh dari harapan. Ini karena kerangka kurikulum yang sudah berganti sebelas kali, masih berasas pada kapitalisme yang sekuler materialistis sehingga tujuan pendidikan menjadi kehilangan arah hanya berfokus pada capaian materi yang semu.
Apalagi, fakta hari ini pendidikan dalam semua aspek, baik guru maupun siswa terlibat dalam kemaksiatan dan pelanggaran hukum. Ada guru merudapaksa siswanya, ada siswa merundung temannya, ada orang tua melaporkan guru hanya karena tidak terima anak ditegur gurunya.
Parahnya, ada siswa menganiaya guru hingga meninggal. Kriminalitas di dunia pendidikan masih sering terjadi. Dengan berbagai masalah ini, apakah Kurikulum Merdeka mampu menuntaskan permasalahan ini?
- Pendidikan dalam Islam
Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang (1) berkepribadian Islam, (2) menguasai pemikiran Islam dengan andal, (3) menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi), (4) memiliki keterampilan yang tepat dan berdaya guna.
Sepanjang penerapannya, Islam menjadi satu-satunya sistem yang mampu melahirkan generasi cerdas yang beradab. Islam memprioritaskan pendidikan sebagai modal awal membangun sebuah peradaban.
Kurikulum pendidikan Islam dibangun berdasarkan akidah Islam. Pelajaran dan metodologinya diselaraskan dengan asas tersebut. Guru harus memiliki kepribadian dan akhlak yang baik, menjadi contoh bagi para siswa. Bukan sekadar penyampai ilmu, tetapi juga pembimbing yang baik.
Agar guru melakukan tugasnya dengan baik dan profesional, mereka diberi fasilitas pelatihan untuk meningkatkan kompetensi, sarana dan prasarana yang menunjang metode dan strategi belajar, serta jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional, yakni gaji yang memadai.
Semua itu tidak bisa dilakukan tanpa peran negara sebagai penyelenggara utama pendidikan. Negara berkewajiban mengatur segala aspek terkait pendidikan, mulai dari kurikulum hingga hak mendapat pendidikan yang layak bagi setiap warga negara.
Sarana dan prasarana sekolah hingga kesejahteraan guru dijamin oleh negara. Hal-hal pokok seperti ini pernah di jumpai pada masa Islam dan tidak akan pernah ditemui pada negara yang mengadopsi sistem sekuler kapitalisme sebagai ideologinya.
Merdeka Belajar hanyalah produk dari kebimbangan arah pendidikan hari ini. Adanya masalah pada karakter generasi, tetapi dijawab dengan Kurikulum Merdeka yang belum menyentuh masalah pokok pendidikan.
Walaupun berganti kurikulum, berpindah metode, hingga bermacam menteri digunakan, tetapi maslah pendidikan belum tuntas terselesaikan. Maka, untuk memecahkan masalah pendidikan, negeri ini baiknya mengambil Islam sebagai solusi tuntas.
Bukti gemilangnya sistem pendidikan Islam adalah lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim yang cerdas dalam ilmu dunia tetapi juga mengimbangi ilmunya dengan iman dan takwa. Selain ahli ilmu terapan, sebagian besar juga faqih fiddin, seperti Al-Farabi, Al-Khawarizmi, Jabir Ibni Hayyan, dan lainnya.
Hanya sistem pendidikan Islam yang mampu membawa peradaban cemerlang, baik dari pendidikan sumber daya manusianya juga ilmu yang dicapai. Maka sudah saatnya menerapkan sistem pendidikan Islam secara kafah agar problem pendidikan terselesaikan secara tuntas. Wallahu a’lam.
Komentar