Habarnusantara.com, Samarinda – Saat ini kita kaum muslim memasuki bulan Rajab. Keutamaan Rajab termasuk bulan haram. Sunah di bulan Rajab dan doa yang biasa dibaca jelang Ramadhan. Di bulan Rajab biasanya kita memperingati isra mi’raj, sebenarnya selain peristiwa isra mi’raj ada lagi peristiwa bersejarah lainnya.
Di balik peristiwa di bulan Rajab dan keutamaan tersebut kita bandingkan dengan nasib umat Islam saat ini. Derita umat Islam di berbagai belahan dunia seolah tidak kunjung selesai, bahkan saat ini situasinya makin parah. Kondisi muslim yang sering mencuat ke permukaan adalah yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina, Uighur, Rohingya, dan sebagainya.
Pihak berwenang di Gaza mengatakan jumlah korban gugur akibat serangan entitas Yahudi terus melonjak. Dalam sebuah pernyataan, kantor media pemerintah yang berbasis di Gaza mengatakan, jumlah korban tewas mencakup 5.600 anak-anak dan 3.550 perempuan. Ditambahkannya, korban tewas juga mencakup 201 staf medis, 22 anggota tim penyelamat pertahanan sipil, dan 60 jurnalis. (CNBC Indonesia, 21-11-2023).
Menurut Palestinian Central Bureau of Statistics (PCBS), sampai 27 November 2023, jumlah total korban jiwa Palestina mencapai 15.093 orang. Perinciannya, korban jiwa di Jalur Gaza 14.854 orang dan di Tepi Barat 239 orang.
Bagaimana peralihan tahun ini dan pergantian pemimpin nantinya mampukah mengubah nasib umat Islam lebih baik dan mulia? Sedangkan sistem hukumnya bukan sistem Islam.
Bagaimana dengan Saudara-Saudara Kita di Rohingya?
BBC melansir per 31 Oktober 2023 bahwa ada 1.296.525 pengungsi Rohingya yang mencari perlindungan yang tersebar ke sejumlah negara. Bangladesh menjadi negara paling banyak menampung, yaitu 967.842 orang. Diikuti Malaysia (157.731), Thailand (91.339), India (78.731), dan Indonesia (882).
Walau demikian, pada November 2023, sudah lima kapal pengungsi Rohingya yang mendarat di Aceh, tiga kapal di Kabupaten Pidie, satu kapal di Bireun, dan satu kapal di Sabang. Keseluruhan dipastikan lebih dari seribu pengungsi yang sudah mendarat di Aceh. Hingga 21-11-2023 malam, rombongan perahu kelima yang berisi 219 pengungsi Rohingya mendarat di Ujungkarang, Pulau Sabang, Aceh, pukul 23.00 WIB.
Hal yang menimpa saudara-saudara kita di Rohingya dan Palestina dalam bulan-bulan terakhir ini telah sangat jelas menunjukkan kondisi sebagian umat Islam sekarang. Sungguh sangat menyedihkan. Tidak hanya korban jiwa yang jatuh, tetapi tanah mereka dirampas dan mereka terusir dari tanah yang sejak dahulu nenek moyang mereka tinggal di sana.
Semua ini akhirnya mengundang perhatian umat Islam, terlebih di negeri-negeri muslim di bulan rajab ini. Hanya saja, menjadi pertanyaan kita, yang menimpa saudara-saudara kita ini sesungguhnya sudah berlangsung lama, tetapi mengapa tidak kunjung selesai. Ada apa?
Berbagai Upaya Dilakukan, tapi Belum Menyentuh Akar Masalah
Serangan entitas Yahudi yang makin membabi buta ke Palestina, dan memakan banyak korban tentu mengundang simpati dunia yang mengajukan berbagai solusi bagi masalah ini. Usulan klasik adalah two-state solution. Padahal, ini sama saja dengan mengakui penjajah ini sebagai negara.
Ada juga yang mengusulkan gencatan senjata, serta mengirimkan berbagai bantuan ke Gaza. Ada juga yang ditawarkan Ketua PBNU, yakni perdamaian antara Palestina dan negara penjajah ini.
Yang terjadi adalah gencatan senjata selama empat hari pada 24—28 November 2023 lalu, kemudian diperpanjang dua hari berikutnya dan berakhir 30-11-2023. Namun, apakah masalahnya selesai? Ternyata Gaza kembali dibombardir seiring berakhirnya gencatan senjata. (CNN Indonesia, 1-12-2023).
Demikian halnya yang menimpa saudara muslim Rohingya, yang dilakukan selama ini adalah menampung mereka dalam waktu tertentu. Namun, belakangan warga setempat memang membantu para pengungsi, tetapi setelah memberi bantuan, mereka meminta para pengungsi untuk kembali ke kapal mereka. (Tirto, 16-11-2023).
Di sisi lain, pemerintah menolak kehadiran pengungsi Rohingya. Juru Bicara Kemenlu menyatakan bahwa Indonesia tidak berkewajiban menerima pengungsi Rohingya, sebab Indonesia tidak ikut meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951. Konvensi tersebut mengakui hak-hak orang yang mencari suaka untuk menghindari penindasan di negara-negara lainnya. (Tirto, 19-11-2023). Sungguh miris.
Maka, upaya ini hanyalah solusi pragmatis yang tidak menyentuh akar masalah, sehingga tidak akan mampu memecahkan persoalan, malah akan menjadikannya masalah yang berlarut-larut tanpa ada solusi.
Momen di bulan rajab ini, sudah saatnya kaum muslim memiliki pemahaman tentang fakta atau sejarah tanah Palestina dan Rohingya yang sesungguhnya. Sehingga dengan paham fakta sejarah negeri-negeri muslim, kaum muslim bisa bersatu, dan agar umat Islam tidak salah mengambil solusi. Karena Palestina dan Rohingya adalah tanah kaum muslim yang dirampas.
Kondisi umat Islam saat ini begitu memperihatinkan karena ketiadaan Junnah. Perpecahan umat muslim terjadi akibat nasionalisme. Paham ideologi kapitalisme sekuler beserta pemahaman Barat lainnya telah meracuni umat muslim.
Umat Islam Menderita karena Ketiadaan Junnah (Perisai)
Hal yang menimpa saudara-saudara kita, baik di Rohingya, Palestina, Uighur, dan sebagainya sesungguhnya sudah berlangsung lama, bahkan sudah puluhan tahun. Akan tetapi, situasinya tetap tidak berubah, bahkan mereka makin menderita.
Saudara-saudara kita di Rohingya terusir dari tanah nenek moyangnya. Demikian halnya dengan saudara kita di Palestina, makin banyak korban jiwa, wilayah negerinya pun makin sempit saja dan entitas Yahudi masih terus membombardir secara kejam.
Negeri-negeri muslim yang dekat pun tidak ada yang bisa menolong mereka. Alih-alih mengirim pasukan militer untuk membantu saudara muslimnya Palestina, memberi bantuan pun terhalang sekat nasionalisme.
Demikian halnya saudara muslim Rohingya, mereka meminta bantuan ke negeri-negeri Islam terdekat, tetapi mereka pun tidak mendapatkan pertolongan, padahal mereka tidak memiliki tempat tinggal dan tidak mungkin sepanjang hidup mereka berada di perahu-perahunya di tengah lautan. Padahal mereka adalah orang-orang yang meminta pertolongan dan perlindungan karena mereka sudah tidak mampu untuk melindungi dirinya.
Sesungguhnya yang terjadi dengan ketiadaan pelindung dan junnah (perisai) bagi umat, membuat umat Islam menderita, menyebabkan malapetaka bagi umat. Tidak ada yang menolong umat, bahkan membelanya sekalipun, padahal membela sesama muslim yang teraniaya adalah wajib.
Sesungguhnya Allah swt. telah memperingatkan kita bahwa wajib untuk menolong dan membela sesama muslim. Firman-Nya, “(Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan, kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Anfal: 72).
Rasulullah saw. menegaskan dalam beberapa hadis, “Bebaskan orang yang sedang tertawan, berikanlah makan kepada orang yang sedang kelaparan, dan jenguklah orang sedang sakit.” (HR Bukhari).
Dalam hadis lainnya, “Barang siapa melapangkan seorang mukmin dari satu kesusahan dunia, Allah akan melapangkannya dari salah satu kesusahan di hari kiamat. Barang siapa meringankan penderitaan seseorang, Allah akan meringankan penderitaannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah akan menolong seorang hamba selama ia mau menolong saudaranya.” (HR Muslim).
Umat Butuh Junnah (Perisai)
Sudah seharusnya di moment rajab ini seluruh umat muslim di seluruh dunia memberikan perhatian terhadap permasalahan yang menimpa kaum muslimin di mana pun, di Uighur, Rohingya, bahkan tanah Palestina yang penuh berkah, dan mengembalikannya ke pangkuan kaum muslim.
Umat Islam seluruh dunia mesti bersatu untuk merebut kembali tanah Palestina dari penjajah dan mengembalikan umat Islam Rohingya ke tanah leluhurnya. Oleh karenanya, solusi tuntas masalah ini tidak cukup hanya dengan mengirimkan donasi, boikot, atau doa. Ini semua memang merupakan amal kebaikan, tetapi masih diperlukan usaha yang lebih keras lagi dari umat Islam, yaitu dengan mewujudkan persatuan hakiki yang akan menghilangkan batas-batas wilayah negeri satu dan negeri lainnya.
Di bulan rajab ini, semoga umat Islam segera bersatu di bawah satu kepemimpinan, di bawah satu bendera Laa ilaaha illallaah Muhammadur Rasulullaah, di bawah satu komando. Itulah sistem Islam yang mengikuti minhaj kenabian. Sistem Islam yang akan menjadi pelindung bagi rakyatnya di mana pun mereka berada. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam itu laksana perisai; kaum Muslim berperang di belakang dia dan dilindungi oleh dirinya.” (HR Muslim).
Hadis ini bermakna bahwa kaum muslim sedunia wajib menegakkan kembali Sistem Islam. Dengan itu, kaum muslim sedunia bisa memiliki kembali seorang imam yang akan benar-benar menjadi perisai atau pelindung mereka yang hakiki sehingga tidak ada satu negeri yang ditindas oleh siapa pun atau negeri mana pun yang membenci Islam dan kaum muslim. Wallahualam bishawwab(*)
Oleh: Emirza E, M.Pd. (Pemerhati Umat)
Komentar