oleh

Atasi Krisis Pangan, Lakukan Strategi Ini?

Habarnusantara.com, Kutai Kartanegara – Pejabat (Pj) Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Makmur Marbun menyerahkan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) Pusat Tahap I Tahun 2024, Selasa (30/1/2024). Makmur mengatakan, bantuan itu diberikan untuk mengatasi masalah pangan dan krisis pangan serta membantu meningkatkan akses pangan bagi masyarakat miskin atau rawan pangan dan gizi yang berasal dari Badan Pangan Nasional (Bapanas).

Jika bantuan itu diberikan untuk mengatasi masalah pangan dan krisis pangan, akankah masalah pangan tersolusi?

Saran Atasi Krisis Pangan

Bantuan yang diberikan untuk mengatasi masalah pangan dan krisis pangan serta membantu meningkatkan akses pangan bagi masyarakat miskin atau rawan pangan dan gizi yang berasal dari Badan Pangan Nasional (Bapanas), solusi tersebut lebih terlihat seperti dalih pembenar di balik kegagalan pemerintah mengantisipasi ancaman krisis beras dan komoditas pangan lainnya.

Pada dasarnya, memberi saran dengan bantuan untuk mengatasi krisis pangan dari Bapanas, kesannya berbeda ketika yang memberi saran adalah pejabat negara. Solusi tersebut belum menyentuh akar masalah pangan di Penajam Paser.

PPU merupakan daerah IKN seharusnya krisis pangan bisa diatasi sebelum banyak warga luar yg pindah lokasi ke IKN. Permasalahan daerah IKN aja belum teratasi bagaimana nanti.

Krisis pangan tidak cukup hanya sekedar bantuan pangan tetapi perlu solusi yg tuntas dan mencegah penyebab krisis pangan. Paradigma kapitalis sekuler dalam tata kelola SDAE dan IKN akan menambah krisis pangan dan kemiskinan ekstrim.

Masalah Pokok Pangan

Hingga hari ini, masalah krisis pangan tidak pernah tuntas tersolusikan. Pemerintah kerap mengambil solusi instan untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri dengan melakukan impor.

Sebagai contoh, selama lima tahun terakhir Indonesia melakukan impor beras antara 350 ribu-450 ribu ton setiap tahunnya. Fakta ini sangat miris. Jika dahulu pada 1984-1986 Indonesia pernah swasembada pangan, sekarang malah ketergantungan beras dari negara lain. Apa penyebabnya?

Pertama, lahan pertanian banyak beralih fungsi menjadi kawasan industri, perdagangan, perumahan, jalan tol, dan sejumlah infrastruktur lainnya. Alhasil, lahan pertanian kian menyusut yang mengakibatkan produksi pertanian ikut menurun.

Kedua, kerdilnya peran negara dalam merawat, menjaga, dan menyejahterakan petani. Seperti untuk menghasilkan produksi beras berkualitas, para petani membutuhkan bibit, pupuk, pengairan, dan sarana produksi pertanian (saprotan) yang memadai. Semua ini membutuhkan sumber daya dan biaya yang tidak sedikit.

Sayangnya, negara mengabaikan peran tersebut. Banyak petani gigit jari setelah panen karena terjualnya harga gabah yang sangat rendah. Biaya produksi beras yang tinggi tidak sebanding dengan hasil penjualan gabah.

Pada akhirnya, banyak petani menjual sawahnya karena tidak kuat menahan kerugian ketika panen raya. Masalah ini jelas membutuhkan negara dalam memenuhi kebutuhan petani agar bergeliat Kembali. Negara bisa memberi subsidi, pemberian gratis, atau pembelian alat-alat produksi pertanian dengan harga murah dan terjangkau.

Ketiga, ketidakseriusan negara memberantas mafia pangan. Modus ini membuat harga pangan tidak kunjung turun. Buwas mengatakan saat ini mafia pangan terus beroperasi meski Satgas Pangan telah melakukan pengawasan. Pertanyaannya, mengapa pengawasan yang dilakukan tidak berjalan efektif? Perangkat hukum tampak mandul dan belum mampu memberantas mafia pangan.

Keempat, belum ada upaya terstruktur dan terukur dalam melakukan mitigasi krisis pangan. Sejauh ini, pemerintah hanya mengandalkan impor bahan pangan untuk memenuhi stok pangan di dalam negeri. Seakan tidak mau ribet mengurusi pertanian dan perkebunan, solusi impor selalu jadi jurus jitu.

Kelima, dari keempat poin di atas, masalah pokok pangan sejatinya bermula dari penerapan sistem kapitalisme liberal. Sistem yang membuat negeri ini harus tunduk dan terikat pada liberalisasi pasar dan perdagangan bebas.

Keberadaan mafia pangan merupakan dampak kebebasan kepemilikan lahan tanpa batas. Akibatnya, penguasaan lahan terpusat pada siapa saja yang bermodal besar. Petani harus menghadapi korporasi yang menguasai pertanian dari sektor hulu hingga hilir. Selain itu, perjanjian internasional membuat kebijakan impor makin tidak terkendali.

Mandiri Pangan dengan Islam

Saran bantuan dapat mengatasi krisis pangan dari Bapanas tidak akan terjadi jika tata kelola pangan negeri ini beres. Dalam sistem Islam, terdapat sejumlah mekanisme bagaimana mewujudkan kemandirian pangan tanpa bergantung pada negara lain.

Pertama, mengoptimalkan kualitas produksi pangan. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Ekstensifikasi bisa dilakukan dengan menghidupkan tanah mati. Intensifikasi dilakukan dengan peningkatan kualitas bibit, pupuk, dan saprotan dengan teknologi terkini.

Kedua, mekanisme pasar yang sehat. Negara melarang penimbunan, penipuan, praktik riba, dan monopoli. Kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan supply and demand bukan dengan kebijakan pematokan harga.

Ketiga, manajemen logistik. Negara akan memasok cadangan lebih saat panen raya. Negara akan mendistribusikan secara selektif bila ketersediaan pangan berkurang.

Keempat, prediksi cuaca dan mitigasi kerawanan pangan. Yaitu, kajian mendalam tentang terjadinya perubahan cuaca dan dampaknya. Hal ini didukung fasilitas dan teknologi mutakhir.

Masalah krisis pangan ini dapat diantisipasi lebih dini untuk mengurangi dampak kemarau berkepanjangan yang berpengaruh pada produksi dan stok pangan dalam negeri. Negara harus siap siaga dalam menghadapi perubahan iklim yang ekstrem.

Tata kelola Islam dalam hal SDAE dan pindah IKN tidak akan menyengsarakan rakyat. Strategi Islam dalam mengatasi krisis pangan. Support system Islam akan cegah kemiskinan dan krisis pangan.

Sistem Islam dikenal memiliki tata kelola pangan yang hebat. Mulai dari pengaturan kepemilikan lahan, pengaturan SDA, larangan merusak alam yang berdampak pada perubahan iklim, hingga mitigasi bencana kekeringan dan krisis pangan.

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab, beliau menerapkan inovasi soal irigasi untuk mengairi area perkebunan. Ia sengaja menyulap kawasan delta Sungai Eufrat dan Tigris serta daerah rawa dengan mengeringkannya untuk menjadi lahan-lahan pertanian. Kebijakan itu diteruskan hingga Dinasti Umayyah. Swasembada pangan dengan sistem Islam sangat riil dan aplikatif. Wallahualam.(*)

Oleh: Emirza E, M.Pd (Pemerhati Sosial)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *