Habarnusantara.com – Seperti tahun-tahun sebelumnya. Ribuan buruh dari berbagai daerah di Kaltim kembali menggelar aksi demonstrasi di Kota Samarinda pada Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2024. Pada aksi tersebut mengusung tiga isu penting yaitu hubungan kerja, pengupahan, dan jaminan sosial.
Melansir dari laman kaltimpost.com, (29 April 2024) Ketua Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan (FSP Kahutindo) Penajam Paser Utara (PPU) Dedi Saidi menyampaikan, bahwa demo itu dilakukan sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi ketenagakerjaan di Kaltim.
“Tiga hal ini semua terjadi di seluruh kaltim bahkan seluruh Indonesia, termasuk PPU,” ujar Dedi.
Tambahnya lagi, upah minimum kabupaten (UMK) PPU tahun 202r ditetapkan sebesar Rp3.715.817.74 per bulan. Namun, realitas di lapangan banyak dari pekerja hanya menerima upah di bawah UMK, bahkan ada yang mendapatkan Rp 2 juta hingga Rp1.8 juta. Pihak Kahutindo PPU mengutus 100 orang pekerja untuk dapat berkontribusi. Di mana hal tersebut merupakan bentuk solidaritas dan komitmen dalam memperjuangkan hak-hak buruh yang selama ini telah dilanggar pada proyek pembangunan IKN di Sepaku. (https://kaltimpost.jawapos.com/kaltim/2384594321/suarakan-masalah-upah-dibawah-umk-ribuan-buruh-siap-demo-hari-buruh-1-mei-di-samarinda)
Menuntut Perbaikan Upah
Tuntutan buruh dalam demonstrasi yang digelar dari tahu ke tahun tetaplah sama. Perjuangan mereka selama 138 tahun sepertinya tidak membuahkan hasil signifikan. Beragam peraturan telah dilahirkan, seperti UU Cipta Kerja, RUU Kesehatan, Perpres, Perda, dan seterusnya. Namun sayang, semua justru mendukung oligarki, korporasi dan para kapitalis. Hal tersebut membuktikan bahwa peraturan kehidupan sistem kapitalisme yang telah diadopsi negeri ini telah gagal menyejahterakan kaum buruh.
Meski melahirkan berbagai peraturan untuk memberikan pelayanan bagi nasib buruh, namun nyatanya negara hanya berperan sebagai regulator semata. Regulasi yang ada malah memuluskan kepentingan para kapitalis. Ambilah contoh UU Cipta Kerja, dengan jelas memperlihatkan keberpihakkan penguasa pada pengusaha. Di sini tampak negara di bawah kendali oligarki atau korporasi, yang dengan cuan mereka membeli dan mengatur penguasa sesuai kepentingan mereka.
Jadi bisa dipastikan selama sistem kapitalisme masih bercokol di negeri ini, dan sebagai pengatur perekonomian, maka nasib buruh selamanya tidak akan mendapatkan keadilan, yang ada makin kisruh dan mengalami diskriminasi.
Kerugian Negara berlipat-lipat.
Selain ketidakadilan kesejahteraan dan persoalan diskriminasi. Keberadaan korporasi swasta maupun aseng di negeri ini tentu saja akan menimbulkan dampak buruk dan kerugian lainnya.
Ketika mereka mendirikan perusahaan, maka kebutuhan material, mesin-mesin, dan alat berat lainnya akan diimpor dari negara mereka. Hal tersebut sudah sepaket dengan mendatangkan buruh atau tenaga kerjanya. Kemudian dari sisi gaji, TKA ini mendapatkan upah jauh lebih besar ketimbang pekerja lokal (pribumi) sekali pun sama-sama buruh kasar. Belum lagi standar kesehatan yang tidak memadai untuk para buruh.
Intinya ketika para kapitalis tersebut menanamkan modalnya (investasi) maka akan mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat jumlahnya. Sementara kerugiaan terbesar justru dialami negeri ini. Seperti keberadaan perusahaan tambang batu bara yang lagi marak. Dengan adanya eksploitasi, tanah, hutan dan lingkungan menjadi rusak. Sehingga ketika musim hujan tiba banjir pun melanda.
Jadi jelas dengan disahkannya UU Cipta kerja, semakin menambah daftar penderitaan kaum buruh. Kesejahteraan yang diharapkan makin jauh dari kenyataan. Keberadaan UU Cipta Kerja tersebut juga semakin membuka lebar keran investor dari luar untuk mengeruk keuntungan di negeri ini. Lihat saja, hingga hari ini TKA terus berdatangan untuk bekerja di sini, berbanding balik dengan tenaga kerja lokal, malah di PHK hingga sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan.
Islam Menjamin Kesejahteraan Buruh
Persoalan ketenagakerjaan atau kontrak kerja dalam sistem Islam betul-betul diatur sesuai syariat secara adil dan menguntungkan antara pekerja (ajir) dan pihak yang mempekerjakan (mustajir).
Jika sewaktu-waktu ada muncul permasalahan di lapangan terkait ketenagakerjaan semisal lemahnya SDM, tuntutan kenaikan upah dan tunjangan, pengangguran, dan sebagainya. Maka permasalahan akan diselesaikan oleh negara dengan bijaksana dan seadil-adilnya. Dalam Islam, negara akan menjamin seluruh kebutuhan publik, seperti pendidikan, kesehatan, papan dan kebutuhan pokok. Selain itu, negara juga akan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi kepala keluarga,
Sebagaimana termaktub dalam hadis berikut,”Imam atau Khalifah adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Muslim)
Pun dalam penentuan gaji, Islam telah mengatur seadil-adilnya. Pekerja dan pengusaha akan bekerja sama untuk saling menguntungkan kedua belah pihak. Sebelumnya, keduanya melakukan akad atau transaksi (ijarah) kontrak kerja. Sebelum memulai pekerjaan harus disepakati gaji/upahnya terlebih dahulu. Upah diberikan harus jelas, Si pekerja wajib menunaikan pekerjaanya dan menerima gaji setelah pekerjaannya selesai.
Si pemberi pekerjaan (pengusaha) bersegera menunaikan kewajibannya, tidak boleh menahan hak si pekerja. Sebagaimana pesan Rasulullah saw. dalam sabda: “Berikanlah upah sebagai hak sebelum keringatnya kering.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian pada dalil lain, Rasulullah saw. juga pernah menuturkan, “Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak seorang pekerja, hendaknya ia memberitahukan upahnya kepadanya.” (HR. Ad-Daruqutni dari Ibnu Mas’ud).”
Sedangkan pada hadis Abu Said, Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. telah melarang mengontrak seorang pekerja hingga upahnya menjadi jelas bagi pekerja tersebut. Hanya saja, apabila upah belum jelas tapi akad ijarah telah dilaksanakan, maka akad tersebut tetap sah. Apabila kemudian terjadi perselisihan tentang kadar upahnya, maka bisa dikembalikan pada upah yang sepadan. (Sumber Kitab Sistem Ekonomi Islam, Bab Ijarah, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani)
Khatimah
Ajaran Islam telah menerangkan sedetailnya ketentuan-ketentuan yang berlaku manakala kerja sama antara pekerja dan penyedia pekerjaan terkait akad ijarah. Di mana kedua belah pihak harus mematuhi garis-garis hukum yang telah ditetapkan dalam Islam. Pekerja dan penyedia pekerjaan akan sama-sama mendapatkan manfaat, saling menguntungkan, saling rida, saling memuaskan, dan saling amanah. Pekerja dan pihak penyedia pekerjaan akan menerima hak dan melaksanakan kewajibannya masing-masing selama kontrak kerja berjalan.
Sayangnya, selama bernaung dalam sistem kapitalisme akan sulit mendapatkan kehidupan sejahtera bagi kaum buruh. Ketidakadilan dan kesenjangan sosial akan terus terjadi. Oleh karenanya, solusi satu-satunya yang bisa mengurai benang kusut ketenagakerjaan adalah dengan kembali menegakkan sistem Islam di semua aspek kehidupan di bawah naungan Daulah. Insyaallah, kesejahteraan bagi kaum buruh akan terwujud.
Wallahu a’lam bishawab.(*)
Komentar