Habarnusantara.com – Pendidikan gratis: realitas atau mimpi? Kalau ditanya, siapa yang ingin meneruskan cita-cita ke jenjang lebih tinggi? Jawabannya pasti semua orang ingin, pasti semua orang tua akan berjuang demi masa depan anaknya yang bangga ketika anaknya memakai toga tanda keberhasilan jenjang pendidikannya.
Tapi amat disayangkan, cita-cita tersebut tidak berjalan semestinya. Terdapat polemik terkait penurunan jumlah penerima Beasiswa Kaltim Tuntas (BKT) tahun ini menimbulkan keresahan. Penurunan tersebut diduga akibat adanya pemangkasan anggaran di Pemprov Kaltim. Menanggapi hal ini, Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik, dengan tegas membantah bahwa dirinya terlibat dalam pemangkasan anggaran beasiswa tersebut. (https://www.prokal.co/kalimantan-timur/1775114597/pemangkasan-anggaran-beasiswa-kaltim-tuntas-akmal-malik-bantah-ikut-cawe-cawe).
Sedangkan di sisi lain, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Timur (DPRD Kaltim) periode 2024-2029, Darlis Pattalongi, menegaskan pada masa jabatan ini akan fokus pada bidang pendidikan. Ia meyakini bahwa investasi yang sebenar-benarnya bermanfaat adalah di bidang pendidikan.(https://kaltim.tribunnews.com/2024/09/24/alasan-anggota-dprd-kaltim-darlis-pattalongi-menentang-keras-pemberian-beasiswa).
Sungguh malang nasib generasi yang ingin mengenyam pendidikan tinggi, bagaimana tidak, mereka tengah menghadapi polemik serius terkait alokasi beasiswa pendidikan yang selama ini menjadi tumpuan bagi pelajar dan orang tua.
Polemik ini wajar menimbulkan keresahan terutama bagi pelajar yang mengandalkan bantuan beasiswa tersebut untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Bukankah beasiswa ini menjadi hal yang penting yang menunjukkan komitmen penguasa untuk memberikan hak pendidikan untuk para generasi?
Kebijakan yang dibuat selalu saja membuat hati para rakyat merintih. Tidakkah memikirkan apa dampak yang dibuat? Lihatlah, Banyak para generasi yang berjuang untuk bisa mencapai pendidikan tinggi. Kini ditambah dengan hambatan yang sangat sulit dihadapi.
Masalah biaya pendidikan selalu menjadi hal yang terkemuka karena menerapkan prinsip pengelolaan sistem yang kapitalistik. Sistem ini mengutamakan manfaat dan materi dari setiap kebijakan yang dibuat.
Hakikatnya, Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang semestinya menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara menjamin terpenuhinya. Namun, kini dalam sistem kapitalistik membuat negara perlahan lepas tanggung jawab memenuhi hak dan layanan pendidikan.
Kondisi ini harus segera dihentikan. Untuk diganti dengan sistem yang lebih baik lagi. Yang mampu menjadi solusi permasalahan, yaitu sistem pendidikan Islam yang dilahirkan dari ideologi Islam. Visi dan misi pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk generasi yang berkepribadian Islam, memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam.
Karena, fungsi negara dalam Islam benar-benar mengurusi rakyatnya. Seperti Rasulullah saw. pernah bersabda, “Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Negara bertanggung jawab penuh, tidak menjadi regulator, apalagi bergantung kepada kemampuan swasta (masyarakat maupun korporasi) dalam berbagai pelaksanaan kewajibannya. Sehingga negara berkewajiban menjamin hak pendidikan sejak usia SD hingga pendidikan tinggi. Jaminan negara ini bersifat langsung.
Selain itu, Islam juga memiliki pengelolaan keuangan yang mampu membiayai kebutuhan dasar masyarakat, seperti kebutuhan primer dan hak rakyat, termasuk pendidikan. Tidak ada perbedaan perlakuan terhadap yang kaya ataupun miskin. Oleh karena itu, dalam Islam pendidikan diberikan secara merata. Setiap masyarakat akan mendapatkan hak yang sama yaitu secara gratis dan berkualitas.
Sejarah telah membuktikan pada masa kegemilangan Islam para Khalifah memberikan perhatian penuh. Pendidikan diberikan gratis dan para pengajarnya dimuliakan dan mendapat gaji yang besar. Di masa kepemimpinan Abbasiyah, gaji pengajar dan ulama setara dengan gaji muadzin yaitu 1000 dinar per tahun.
Jika dikurskan maka nilainya setara dengan 5,5 Miliar per tahun atau 460-an juta rupiah per bulan. Sungguh ini nominal yang sangat fantastis. Tidak sampai disitu gaji para pelajar selain mendapatkan pendidikan gratis mereka juga mendapatkan beasiswa.
Sudah saatnya, negeri ini harus kembali kepada aturan Islam agar persoalan biaya pendidikan tinggi dan masalah apapun yang muncul akibat penerapan pola kapitalistik bisa diselesaikan dengan benar dan tuntas.
Wallahu a’lam bish shawab[]
Penulis: Devi Ramaddani
(Aktivis Muslimah)
Komentar