oleh

Destinasi Wisata Eks Tambang, Siapa Untung?

Habarnusantara.com, Samarinda – Pariwisata menjadi salah satu sektor bisnis yang menjanjikan. Di tengah pembangunan IKN di Provinsi Kaltim, sebuah perusahaan swasta lokal bernama PT Laju Lahan Digital (Lajuland) tidak mau tertinggal membangun destinasi wisata di atas lahan bekas tambang batu bara.

Pembangunan destinasi wisata bertajuk Lakeview itu terletak di Kelurahan Sungai Seluang, Samboja. Lakeview di gadang-gadang menjadi tempat wisata milenial IKN.

Seperti nasib nahas yang menimpa Aldiansyah, bocah berusia 11 tahun yang tenggelam di sebuah lokasi wisata eks tambang pada Minggu (25/6/2023) siang.

Anak ini menghilang usai bermain air di sebuah wisata danau eks tambang di lokasi wisata yang berada di Desa Perjiwa, Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur Mareta Sari menyatakan, ini menjadi pertanyaan, siapakah yang memiliki wewenang dalam pengelolaan tempat wisata pada kolam pasca tambang. “Yang memberikan izin ini siapa, lalu yang mengawasinya pun siapa?” tanya Mareta.

Pemerintah harus memikirkan hal ini.
“Sejauh ini ada sekitar 44 anak meninggal di lubang tambang, yang terbaru kemaren yang meninggal di objek wisata di Tenggarong Seberang yang sebelumnya adalah lubang tambang.” jelas Mareta.

Untung untuk Siapa?

Secara normatif, sebagai konsumen jasa wisata, wisatawan mempunyai hak yang amat mendasar, terutama yang diakomodir oleh Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Pasal 20 UU Kepariwisataan menegaskan bahwa setiap wisatawan berhak memperoleh informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata, pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar, perlindungan hukum dan keamanan, pelayanan kesehatan, perlindungan hak pribadi, dan perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisataan yang berisiko tinggi.

Relevan dengan itu, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga menyebutkan bahwa konsumen (jasa pariwisata) berhak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar dan jujur; hak untuk mendapatkan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan; hak untuk mendapatkan pembinaan dan advokasi, bahkan hak untuk mendapatkan kompensasi dan ganti rugi. Pelaku usaha (pengelola tempat wisata) wajib memberikan rasa aman, selamat, dan nyaman bagi konsumennya sebagai pengguna jasa tempat wisata.

Tetapi, aturan yang telah tertuang tidak sinkron dengan penegakan hukum atas persoalan ini. Tidak ada upaya untuk memberikan efek jera (detterent effect). Pihak pengelola (manajemen) menyelesaikan perkara tersebut dengan uang, atau hanya petugas lapangan yang tersandung pidana.

Terjadinya kecelakaan, selain karena faktor human error, juga dipicu oleh management error pihak pengelola. Sangat tidak adil kalau yang diproses secara pidana hanya petugas lapangan. Sementara, pihak manajemen dibiarkan melenggang bebas.

Tragedi ini terjadi karena eks tambang yang dijadikan tempat pariwisata. Bila diserahkan pada standar swasta sebagai pemilik atau pengelola maka orientasi keuntungan akan mendominasi, mengalahkan pertimbangan keamanan apalagi kenyamanan masyarakat. Maka, jelas siapa yang ingin ambil untung dari eks tambang menjadi tempat pariwisata.

Walaupun negara memanfaatkan bidang rekreasi sebagai salah satu sumber perekonomiannya. Sektor ini dikembangkan menjadi salah satu keran sumber pendapatan negara. Negara sejatinya yang paling bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan warga, khususnya terkait fasilitas rekreasi yang dibuka untuk publik ini.

Manfaat Eks Tambang

Maraknya industri pertambangan ternyata membawa dampak yang merugikan. Kini ada banyak lubang bekas pertambangan dibiarkan terbuka, yang sering kita temui sering terjadinya korban tenggelam akibat dari lubang yang menganga.

Lokasi bekas tambang dijadikan tempat wisata. Padahal sudah sering ditemui banyak korban tenggelam akibat bekas lubang tambang. Seharusnya negara tegas terhadap penambang untuk menutup bekas tambang bukan malah bekerja sama dengan dalih memberdayakan ekonomi warga sekitar.

Beginilah jika negara bersandar pada kapitalisme, tata kelola SDAE diserahkan kepada asing atau swasta. Maka, wajar jika fokus utama adalah mengejar keuntungan tanpa mempertimbangkan sisi lingkungan, keamanan apalagi kesejahteraan. Dalam pemanfaatan sumber daya alam pertambangan hampir semua perusahaan saat ini lebih menitikberatkan pada faktor ekonomi.

Akibat sistem kapitalisme sehingga asas yang diraih terpenting materi tidak peduli dampak negatifnya. SDAE diserahkan ke swasta atau asing untuk pertambangan pascanya pun dikelola untuk keuntungan mereka.

Kapitalisme memandang alam sebagai sumber daya yang harus diserap sebesar-besarnya untuk akumulasi modal. Bagi kapitalis, alam adalah modal. Prinsip ekonomi kapitalis, modal harus dipergunakan untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya.

Sehingga setelah mereka mengambil kekayaan alam, agar bisa menguntungkan eks tambang dibuat sebagai tempat pariwisata tanpa memikirkan kehidupan di masa mendatang, serta dampak-dampak yang akan terjadi.

Jangan sampai demi kepentingan pengusaha, rakyat menjadi korban akibat ketidakamanan eks tambang sebagai tempat pariwisata. Jika eks tambang tidak dikelola dengan tepat maka akan membahayakan manusia dan makhluk hidup disekitarnya.

Pengelolaan Alam dalam Islam

Untuk pengelolaan alam yang baik dan terpadu, solusinya diberikan langsung oleh Allah yaitu sistem Islam. Islam hadir bukan hanya sebagai agama ritual saja. Islam merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam dan pemanfaatannya.

Aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.

Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.:
“Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah)”, Dan “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah)”

Pengelolaan SDA kembali pada ketentuan syariah Islam. Dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer semisal pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.

Pertambangan yang dilakukan harus berdasarkan proses dan mekanisme yang telah ditentukan negara yakni harus memperhatikan lingkungan, apalagi yang terkait dengan hajat hidup masyarakat banyak termasuk lubang-lubang bekas galian tambang tidak akan dibiarkan dan membahayakan masyarakat.

Jadi selama sistem kehidupan kita masih berpijak pada sistem sekuler, persoalan pertambangan tidak akan berakhir. Sistem Kapitalisme terbukti fasad dalam kelola SDAE, buktinya sudah banyaknya nyawa melayang akibat lubang tambang.

Pertambangan harus taat aturan dan memperhatikan lingkungan serta tidak merusak alam. Pengelolaan SDAE dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari penerapan Islam secara totalitas karena saling terkait dengan sistem lain, dan berakar dari sistem kehidupan.

Tempat wisata bukan semata-mata untuk meraup keuntungan seperti dalam sistem kapitalisme. Perbedaan tujuan utama ini mewujudkan perbedaan dalam kebijakan masing-masing terhadap bidang pariwisata. Maka negara Islam tidak akan mengeksploitasi bidang ini untuk kepentingan ekonomi dan bisnis.

Berbeda dengan sistem kapitalisme yang menjadikannya sebagai sumber perekonomiannya maka apa pun akan dilakukan untuk kepentingan ekonomi dan bisnis. Walaupun harus meminimalisasi biaya operasional yang harus dikeluarkan. Seperti pengecekan dan perawatan fasilitas sarana di tempat pariwisata.

Perekonomian negara Islam tidak akan bertumpu pada bidang pariwisata ini karena Islam memiliki empat sumber tetap bagi perekonomiannya, yaitu pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Keempat sumber inilah yang menjadi tulang punggung bagi negara Islam dalam membiayai perekonomiannya.

Dengan demikian, negara Islam akan mewujudkan keselamatan bagi masyarakat, khususnya di tempat pariwisata. Wallahualam.(*)

Oleh: Emirza E, M.Pd. (Pemerhati Sosial)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *