oleh

KPPU Siapkan Sidang Dugaan Kartel Bunga di Industri Pinjol

Jakarta, Habarnusantara – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera memulai proses hukum terhadap dugaan praktik kartel bunga di sektor layanan pinjaman online.

Tahap awal berupa Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan dijadwalkan akan berlangsung dalam waktu dekat, menyusul hasil penyelidikan yang mengarah pada adanya pengaturan suku bunga secara kolektif oleh para pelaku industri.

Temuan KPPU menunjukkan indikasi pelanggaran Pasal 5 dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang melarang persekongkolan harga di antara pelaku usaha.

Sebanyak 97 perusahaan fintech yang beroperasi dalam skema Peer-to-Peer (P2P) Lending menjadi Terlapor.

Mereka diduga menyepakati batas maksimum bunga harian secara bersama, difasilitasi oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), yang menaungi seluruh penyelenggara pinjaman online resmi.

Selama kurun waktu 2020 hingga 2023, bunga maksimal ditetapkan secara kolektif di angka 0,8% per hari dan kemudian diturunkan menjadi 0,4% pada tahun 2021.

Pengaturan ini dinilai membatasi persaingan dan merugikan konsumen karena tidak memberi ruang penurunan suku bunga berdasarkan mekanisme pasar.

“Ini merupakan bentuk pengaturan yang membatasi kompetisi sehat. Praktik semacam ini harus dihentikan demi perlindungan konsumen,” ujar Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa.

Penyelidikan turut mengungkap struktur pasar yang cenderung terkonsentrasi pada sejumlah platform besar seperti KreditPintar, Asetku, dan Modalku.

Kepemilikan silang dengan perusahaan e-commerce juga memperkuat dominasi beberapa pemain.

OJK sebagai regulator mewajibkan seluruh penyelenggara pinjol terdaftar sebagai anggota AFPI, namun struktur pasar yang timpang menimbulkan potensi penyalahgunaan kolektif.

Rapat Komisi pada 25 April 2025 memutuskan bahwa kasus ini layak dilanjutkan ke tahap persidangan untuk pengujian bukti dan validasi atas dugaan pelanggaran.

Apabila terbukti bersalah, para pelaku usaha bisa dikenai denda maksimal hingga 50% dari keuntungan atau 10% dari nilai penjualan.

KPPU menegaskan pentingnya penegakan hukum ini sebagai bagian dari reformasi sektor keuangan digital.

Dengan nilai pinjaman yang sudah mencapai Rp 829 triliun hingga pertengahan 2023, dan kebutuhan kredit yang belum terpenuhi mencapai Rp 1.650 triliun, sektor pinjol memiliki peran penting dalam inklusi keuangan nasional.

“Proses ini bukan sekadar sanksi, tapi juga mendorong pembenahan regulasi, struktur asosiasi, dan model bisnis agar bunga pinjaman menjadi lebih terjangkau,” jelas Ifan, sapaan akrab Ketua KPPU.

Hingga berita ini diturunkan, KPPU masih menyusun keanggotaan Majelis Pemeriksa serta jadwal resmi sidang perdana.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *