Samarinda – Pemerintah punya berbagai tantangan yang luar biasa terhadap daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya, terkait pembangunan infrastruktur sekolah.
Menurut Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim Rusman Ya’qub, membangun sekolah ataupun satuan pendidikan di daerah 3T tidak selamanya melalui proses standar normal. Pasalnya, apabila pembangunannya merujuk pada standar normal maka pemerintah tidak bisa melakukan pembangunan infrastruktur.
“Kalau memenuhi standar normal, kita harus melihat jumlah siswa. Apakah tercukupi atau tidak untuk dibangun sekolah di situ. Ya tidak akan maju-maju jika begitu, kan,” ungkapnya, Senin (23/10/2023).
Dijelaskan politikus PPP itu, daerah 3T tidak mungkin memakai rumus/standar normal. Biasanya, pembangunan sekolah daerah 3 T justru harus menggunakan sistem politik. Maksudnya, ada kepentingan bangsa yang lebih besar disitu.
“Pembangunan sekolah di daerah 3T benar-benar berdasarkan kebijakan kepentingan. Makanya, kadang bisa saja nanti ada sekolah di situ (daerah 3T), dengan siswanya di sana yang lebih kecil, karena memang bukan untuk itu,” jelasnya, di Gedung E Kompleks DPRD Kaltim, jalan Teuku Umar, Kota Samarinda.
Rusman, sapaan akrab pria kelahiran 1969 itu, menuturkan bahwa terkadang daerah 3 T ada yang masuk di wilayah perbatasan. Keadaan seperti ini pun menjadi tantangan besar bagi pemerintah, jangan sampai anak-anak di Bumi Etam malah sekolah di Negara lain.
“Kalau daerah terluar seperti perbatasan itu kan bisa saja anak-anak kita malah sekolah di negara lain, karena disini nggak ada sekolah. Jangan sampai begitu, makanya pemerintah harus lebih memperhatikan hal ini. Dan, menjadikan pembangunan sekolah di daerah 3 T sebagai kepentingan nasionalisme kita,” tegas Ketua Umum Pengprov PBI atau Persatuan Bowling Indonesia, Kaltim ini. (Adv/DPRD Kaltim)
Komentar