oleh

Memajukan Destinasi Pariwisata Berkualitas dengan Ekonomi Kreatif

Habarnusantara.com – Dinas Pariwisata Kaltim tidak tinggal diam dalam upaya memajukan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif untuk menunjang “Destinasi Berkualitas“. Ada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan 30-40%. “Tantangan juga muncul seiring perkembangan tersebut. Salah satunya rencana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang berpotensi mengubah pola pergerakan dan kunjungan wisatawan” ujar Ririn saat berbicara di acara Bincang Sore terkait Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kaltim, bertempat di cafe 77 jalan Pipit. (https://beritakaltim.co/2024/05/03/destinasi-berkualitas-meningkatkan-pariwisata-dan-ekonomi-kreatif-di-kalimantaun-timur/)

  • Memajukan Sektor Wisata

Berbagai upaya dilakukan untuk memajukan sektor wisata berbuah dengan banyaknya kunjungan wisatawan. Tentunya tantangan destinasi pariwisata berkualitas harus ditunjang dengan keamanan dan keselamatan juga aman dari tindak kriminal. Sayangnya dengan kacamata kehidupan sekuler hanya memandang keuntungan tidak peduli di balik dimajukannya pariwisata.

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini melahirkan Roadmap atau Peta Jalan Ekonomi Kreatif. Lahirnya peta jalan ekonomi ini diharapkan akan membawa pariwisata Indonesia ke kancah dunia sehingga pariwisata dan produk lokal tidak lagi hanya dinikmati daerah, tetapi bisa masuk dalam ranah internasional. Dengan begitu, roda ekonomi akan terus bergerak dan dapat memberikan sumbangsih tinggi pada produk domestik bruto (PDB). Dengan naiknya PDB, pertumbuhan ekonomi dapat dinyatakan membaik.

Posisi Indonesia memang cukup strategis di kawasan Asia Tenggara maupun Indo-Pasifik. Terlebih pascapandemi, kawasan Indo-Pasifik adalah kawasan yang pemulihan ekonominya tercepat di dunia serta menyimpan potensi besar bagi perputaran ekonomi dunia. Hal ini menunjukkan besarnya potensi wisata di kawasan Indonesia.

Tetapi, di bawah kapitalisme, wisata sangat jauh dari hakikatnya sebagai sarana tadabur alam, jauh dari nilai-nilai takarub kepada Sang Khalik. Realitasnya, sektor pariwisata secara umum menjadi wahana melegalkan beragam unsur liberalisasi, yakni gaya hidup bebas (kebebasan bertingkah laku). Kebebasan adalah produk ideologi kapitalisme yang merupakan salah satu pilar bagi sistem demokrasi.

Selain itu, negara juga menggantungkan nasib pada pariwisata. Keberadaan sektor pariwisata dapat diharapkan menyerap para pengangguran. Hal ini seakan mengisyaratkan bahwa negara hanya menjalankan tugas sebagai regulator, yaitu mengatur tenaga kerja dan menyalurkan pada pihak lain. Tentu, tindakan seperti ini jauh dari fungsi negara yang menjamin dan memberikan pekerjaan pada rakyatnya.

  • Dukungan Besar

Potensi pariwisata memang dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pemasukan utama APBN selain pajak. Tidak heran, setiap agenda internasional, target pemerintah tidak pernah lepas dari jumlah wisatawan asing yang bisa masuk karena mereka adalah sumber devisa.

Namun demikian, tetap saja kita tidak bisa menyatakan bahwa dukungan besar pemerintah terhadap pariwisata adalah kebijakan yang tepat sasaran. Kita tidak bisa menutup mata bahwa sektor pariwisata sebenarnya hanya seujung kuku dibandingkan kekayaan SDA negeri ini.

Kucuran dana fantastis untuk pariwisata jelas kebijakan alpa, ketika pada saat yang sama, banyak kebijakan lain yang “menghalalkan” asing, aseng, maupun jejaring swasta oligarki nasional untuk meliberalisasi SDA Indonesia.

Sungguh, sistem ekonomi kapitalisme yang tegak di negeri ini telah menghalalkan jalan bagi kaum korporat untuk menguasai SDA seolah tanpa menyisakan sedikit pun bagi ratusan juta rakyat yang membutuhkannya.

Separuh aset nasional dikuasai oleh segelintir orang kaya di Indonesia. Dalam laporan 2019, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyatakan 1% orang kaya di Indonesia menguasai 50% aset nasional. TNP2K juga menyatakan, meski tingkat kemiskinan bisa ditekan sejak 2015, tetapi kesenjangan sosial nasional masih menjadi PR besar.

Indonesia bahkan menjadi negara tertimpang keempat di dunia, di bawah Rusia, India, dan Thailand. Parahnya lagi, ketimpangan tersebut terjadi pada akses kebutuhan dasar, selain sekolah, sanitasi, kesehatan, listrik, air bersih, serta lapangan pekerjaan. Pantaskah ketimpangan yang demikian terjadi di negeri gemah ripah loh jinawi ini?

  • Ekonomi Kapitalisme

Sistem ekonomi Indonesia adalah kapitalisme, hal inilah yang menjadi masalah bagi kisruhnya perekonomian negara. Sistem ekonomi kapitalisme membuat manusia untuk memperoleh kekayaan, mengusahakannya, dan mengelolanya dengan cara sesukanya. Inilah yang bisa menimbulkan gejolak dan kekacauan, serta mengakibatkan keburukan dan kerusakan.

Jika manusia dibiarkan sesuka hatinya untuk memenuhi kebutuhannya, maka kekayaan/harta yang ada akan dimonopoli oleh orang-orang kuat sehingga orang-orang yang lemah terhalang untuk memperoleh harta tersebut.

Cara “sesukanya” ini sudah legal dan lazim terjadi dalam ekonomi kapitalisme. Maka harta yang ada di tengah masyarakat hanya dikuasai oleh orang-orang kuat yaitu orang-orang kaya kapitalis.

Pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator masuknya swasta atas nama investasi. Penguasa memaksakan perundang-undangan agar swasta memperoleh ijin untuk mengeruk SDA yang itu milik rakyat umum.

  • Pengelolaan Ekonomi oleh Sistem Islam

Pariwisata dalam pandangan Islam tidak akan menggalakkan pariwisata demi cuan. Pariwisata berkualitas dalam pandangan Islam semakin meningkatkan keimanan, sebagai syiar Islam dan tadabbur.

Semua itu sangat berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang diampu oleh sistem Islam. Kepala Negara berperan penting mengelola ekonomi negara berdasarkan pembagian jenis kepemilikan, yakni individu, umum, dan negara.

Kepala Negara melindungi kepemilikan individu dari upaya perampasan oleh pihak lain, seperti penipuan, pencurian, dan perampokan. Kepala Negara juga menjamin terlaksananya distribusi harta di kalangan individu secara adil sehingga kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) masing-masing individu bisa terpenuhi.

Kepala Negara juga menggunakan standar syarak untuk mengklasifikasi jenis-jenis harta kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki individu dan negara. Maka ketika mengklasifikasi jenis-jenis harta milik negara yang tidak boleh bercampur dengan harta kepemilikan individu maupun umum.

Kepala Negara memegang peran utama untuk mengelola harta milik umum agar bisa digunakan demi kemaslahatan masyarakat luas. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal, yaitu air, padang (rumput), dan api.” (HR Abu Dawud).

Maka SDA termasuk di dalam pembahasan hadis ini. SDA tidak layak dimiliki oleh individu tertentu, seperti para kapitalis. Maka memajukan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif demi destinasi pariwisata berkualitas dan bermakna hanya ada bila sistem Islam diterapkan. Wallahu a’lam bishawab.(*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *